Pages

Minggu, 26 April 2015

Analisis Transaksional (Psikoterapi)

ANALISIS TRANSAKSIONAL
Eric Leonard Berne lahir di Montrial pada tahun 1910. Sekitar tahun 1940-an ia bekerja di Lembaga Psikoanalisis San Fransisco. Seminar mengenai Transactional Analysis sudah dimulai sejak tahun 1958 dan baru membentuk asosiasinya pada 1965. Metode analisis transaksional (suatu istilah yang digunakan untuk seluruh sistem terapi Berne dan suatu tahap analisis psikoterapeutik) mulai menganalisis pasien menurut tahap-tahap ini: (1) analisis structural, (2) analysis transaksional yan pantas, (3) analisis permainan, (4) analisis tulisan dan (5) kontrol sosial.
Analisis transaksional berakar pada suatu filsafat yang antidetermenistik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemrograman awal. Disamping itu, analisis transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya serta orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. Analsisis transaksional meletakan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.

METODE TERAPI ANALISIS TRANSAKSIONAL
Pasien mulai dengan tahap analisis struktural, sadar akan tetap ego yang menyususn dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego antara lain:
-          Orang tua, tahap menyerupai figure orang tua
-       Dewasa, masa kematangan di mana seseorang mengahdapi dan mengargai otonomi realitas, atau mengahdapi dunia apa adanya
-          Anak, masa menyerupai seorang anak atau masa di mana muncul perilaku kekanakan atau tindakan arkais.
Tahap analisis transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulasi transaksional, orang kedua (yang menjawab) menghasilkan suatu respons transaksional. Transaksi menjadi saling melengkapi ketika responden bereaksi sesuai dengan yang diharapkan, yang berarti juga membiarkan hubungan sosial berjalan lancar. Sebaliknya, ia bisa menjadi transaksi menyilang atau pengganggu komunikasi seperti transaksi-transaksi yang menyebabkan keterpisahan/perceraian.
Konsep-konsep kunci dari analisis transaksional, yaitu:
1)      Ego-states
Merujuk kepada tiga bagian utama dari kepribadian seseorang dan mereka masing-masing mencerminkan seluruh sistem pikiran, perasaan, dan perilaku. Ini menentukan bagaimana individu mengekspresikan diri, berinteraksi dengan satu sama lain dan membentuk hubungan. Ego dibagi menjadi tiga, yaitu: Parent ego-state, Adult ego-state, dan Child ego-state.
2)      Unconscious scripts
Ini di analisa menggunakan model ego-states, dan identifikasi mereka sangat penting untuk membantu pasien menyadari apa yang di izinkan dan apa yang di larang yang berdampak pada kehidupan pasien, dan bagaimana mereka berkomunikasi.
3)      Transactions
Ketika orang berkomunikasi, ego mereka berinteraksi untuk membuat transaksi. Jika ego berinteraksi dan berbaur dengan cara yang sehat, transaksi cenderung lebih sehat, tetapi kadang-kadang ego dapat merusak ke satu sama lain untuk menciptakan pandangan yang menyimpang.
4)      Strokes
Merujuk pada pujian, penerimaan, serta pengakuan yang sangat berpengaruh pada bagaimana orang menjalani hidup mereka.
5)      Intimacy
Jika keintiman pengalaman  seorang anak disfungsional, maka mereka akan belajar bahwa keintiman jenis ini adalah yang terbaik yang ia dapat lakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perkembangan pola berulang dari perilaku yang dapat menghalangi potensi seseorang.
6)      Redecision
Ini merujuk kepada kemampuan individu untuk redecide dan membuat perubahan tertentu serta mendapatkan keputusan yang berasal dari unconscious scripts. Redecision mencerminkan asumsi terapi analisis transaksional bahwa setiap individu memiliki potensi untuk menjalani kehidupan mereka seperti yang mereka pilih.

Daftar Pustaka
Naisaban, Ladislaus. Para psikolog terkemuka dunia: riwayat hidup, pokok pikiran, dan karya. Jakarta: Grasindo.


Kamis, 09 April 2015

Person Centered Therapy (Psikoterapi)



PERSON CENTERED THERAPY
Terapi ini disebut juga client centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuain diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri. Bila orang-orang lain bersifat selektif dalam menerima perasaan-perasaan dan tingkah laku mereka selama masa kanak-kanak, maka mereka mungkin tidak mengakui bagian-bagian dari diri kita yang tidak disenanginya. Untuk mendapat persetujuan dari orang-orang lain, kita mungkin mengenakan kedok atau topeng. Kita belajar “untuk dilihat dan bukan untuk didengar” dan mungkin kita menjadi tuli bahkan terhadap suara-suara yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Lambat laun kita mungkin mengembangkan konsep diri yang menyimpang, yakni mempertahankan pandangan bahwa orang-orang lain adalah diri kita dan akibatnya kita mungkin menjadi orang yang tidak mampu menyesuaikan diri, tidak bahagia, dan bingung mengenai diri kita siapa dan apa.
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapi memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapi memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.

METODE TERAPI PERSON CENTERED THERAPY
Rogers mengemukakan enam syarat dalam proses terapi person centered yang harus dipenuhi oleh terapis. Rogers menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respons jika: 1) terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri. (2) terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk menggerakan dirinya kearah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan-kekuatan ini dan bukan usahanya sendiri. (3) mencipakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya (4) membatasi tingkah laku tetai bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginan nya untuk memperpanjang petemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapis tetap memperthankan jadwal semula) (5) terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi yang sedang diungkapkan pasien. (6) terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, membujuk, dan meyakinkan kembali.
Konsep-konsep lain yang terdapat dalam Person Centered Therapy, yaitu:
-    Self concept (konsep diri) mengenai konsepsi seseorang tentang dirinya.
-          Ideal self (diri ideal) mengenai self-concept yang ingin dimiliki seseorang (seseorang ingin menjadi apa)
-           Ketidakselarasan (incongruence) antara diri dan pengalaman yaitu suatu celah antara self concept seseorang dan apa yang dialaminya.
-          Ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologis (psychological malajdusment). Terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistorsi pengalaman-pengalaman yang penting.
-          Keselarasan antara diri dan pengalaman
-          Kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regards)
-          Kebutuhan akan harga diri

Daftar Pustaka
Semiun,  Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:  Kanisius

Terapi Psikoanalisa (Psikoterapi)


TERAPI PSIKOANALISA
Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud. Teori dan teknik Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang dikenal dengan istilah Psychoanalysis dan pandangan mengenai peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisa sebagai teori dari psikoterapi menguraikan bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan mengenai hal-hal yang traumatik pada masa kanak-kanak yang ditekan.
Terapi psikoanalisa adalah teknik pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Teknik ini menekankan menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien. Didalam terapi psikoanalisa ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis.
Konsep-konsep Terapi Psikoanalisa:
  • Struktur Kepribadian, dibagi menjadi 3 yaitu:
-          Id, pleasure principle yaitu mengandung insting seksual dan insting agresif
-          Ego, disebut reality principle. Ego menyesuaikan diri dengan realitas
-          Super ego, morality principle yaitu mengontrol perilaku dari segi moral
  • Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Freud tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik dan reduksionistik.
  • Kesadaran dan Ketidaksadaran
Konsep Ketidaksadaran
-             Mimpi-mimpi, merupakan representatif simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat  konflik
-             Salah mengucapkan atau lupa terhadap  nama yg dikenal
-             Sugesti pasca hipnotik
-             Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas dan teknik proyektif
  • Kecemasan
Adalah suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya. Kecemasan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1)      Kecemasan realistis
2)      Kecemasan neurotik
3)      Kecemasan moral


METODE TERAPI PSIKOANALISA
Metode-metode utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan tersebuat diatas, yaitu: 1) penggunaan asosiasi bebas secara sistematis, 2) analisis mimpi, 3) analisis hubungan transferensi, dan 4) penafsiran dengan tujuan memecahkan masalah-masalah emosional yang utama pada masa kanak-kanak. Dengan metode-metode ini, hal-hal yang ditekan ke dalam ketidaksadaran dibawa kepada tingkat kesadaran, diselidiki dan ditafsirkan dalam hubungan dengan simtom-simtomnya, self concept nya, dan hubungannya dengan orang-orang lain.
ü  Asosiasi bebas
Adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatic di masa lalu
ü  Penafsiran
Adalah suatu prosedur dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi. Bentuknya adalah tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku
ü  Analisis Mimpi
Suatu prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien atas beberapa area masalah yang tak terselesaikan
ü  Analisis dan Penafsiran Resistensi
Ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya
ü  Analisis dan Penafsiran Transferensi
Adalah teknik utama dalam Psikoanalisis karena mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lalunya dalam terapi

Daftar Pustaka
Semiun,  Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:  Kanisius
Basuki, Dr. A. M. Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma