Pages

Kamis, 09 April 2015

Person Centered Therapy (Psikoterapi)



PERSON CENTERED THERAPY
Terapi ini disebut juga client centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuain diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri. Bila orang-orang lain bersifat selektif dalam menerima perasaan-perasaan dan tingkah laku mereka selama masa kanak-kanak, maka mereka mungkin tidak mengakui bagian-bagian dari diri kita yang tidak disenanginya. Untuk mendapat persetujuan dari orang-orang lain, kita mungkin mengenakan kedok atau topeng. Kita belajar “untuk dilihat dan bukan untuk didengar” dan mungkin kita menjadi tuli bahkan terhadap suara-suara yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Lambat laun kita mungkin mengembangkan konsep diri yang menyimpang, yakni mempertahankan pandangan bahwa orang-orang lain adalah diri kita dan akibatnya kita mungkin menjadi orang yang tidak mampu menyesuaikan diri, tidak bahagia, dan bingung mengenai diri kita siapa dan apa.
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapi memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapi memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.

METODE TERAPI PERSON CENTERED THERAPY
Rogers mengemukakan enam syarat dalam proses terapi person centered yang harus dipenuhi oleh terapis. Rogers menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respons jika: 1) terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri. (2) terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk menggerakan dirinya kearah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan-kekuatan ini dan bukan usahanya sendiri. (3) mencipakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya (4) membatasi tingkah laku tetai bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginan nya untuk memperpanjang petemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapis tetap memperthankan jadwal semula) (5) terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi yang sedang diungkapkan pasien. (6) terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, membujuk, dan meyakinkan kembali.
Konsep-konsep lain yang terdapat dalam Person Centered Therapy, yaitu:
-    Self concept (konsep diri) mengenai konsepsi seseorang tentang dirinya.
-          Ideal self (diri ideal) mengenai self-concept yang ingin dimiliki seseorang (seseorang ingin menjadi apa)
-           Ketidakselarasan (incongruence) antara diri dan pengalaman yaitu suatu celah antara self concept seseorang dan apa yang dialaminya.
-          Ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologis (psychological malajdusment). Terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistorsi pengalaman-pengalaman yang penting.
-          Keselarasan antara diri dan pengalaman
-          Kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regards)
-          Kebutuhan akan harga diri

Daftar Pustaka
Semiun,  Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:  Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar